Puisi Karawang - Bekasi Maha Karya Chairil Anwar

Puisi Karawang - Bekasi Maha Karya Chairil Anwar . Chairil anwar merupakan seorang penyair yang berasal dari indonesia . Beliau lahir pada 26 juli 1922 di Kota medan dari ayah Toeloes dan Ibu bernama saleha , semasa hidupnya chairil anwar telah menulis 94 karya termasuk 70 puisi . Chairil sendiri mulai terkenal dalam dunia sastra setelah tulisannya di muat dalam Majalah Nisan pada tahun 1942 saat indonesia masih belum merdeka , saat itu usianya baru menginjak 20 tahun , Puisi karya chairil anwar banyak yang terkenal dan menjadi puisi-puisi terbaik hingga saat ini . Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin , dia dinobatkan oleh H.B Jassing sebagai pelopor Angkatan 45 sekaligus pelopor puisi modern indonesia

 Chairil anwar merupakan seorang penyair yang berasal dari indonesia  Puisi Karawang - Bekasi Maha Karya Chairil Anwar

Puisi Karawang-bekasi ini merupakan salah satu karya beliau yang paling terkenal dan masih sering di bacakan hingga saat ini . Puisi ini menyatakan mereka para pahlawan yang tidak di kenal yang berjuang di antara karang – bekasi , mereka tidak bisa meneruskan perjuangan karena telah gugur di medan perang , tentu mereka juga ingin di kenang atas jasa mereka berjuang mengusir musuh , saat ini yang tersisa dari para pahlawan tersebut hanya tulang -  belulang di dalam kubur maka kitalah yang harus mengangkat harga diri mereka . Para pahlawan yang telah gugur menginginkan kita agar meneruskan semangat juang mereka , dan mereka juga ingin agar kita menjaga dan menghargai pahlawan bangsa dan mereka yang telah berjasa membela bangsa . Lahir di saat indonesia belum merdeka membuat chairil anwar merasakan bagaimana beratnya perjuangan rakyat indonesia melawan penjajah . Beliau menulis puisi ini dengan jiwa Patriotisme dan Nasionalisme yang begitu membara . Berikut ini merupakan kutipan puisi Karawang – Bekasi karya Chairil Anwar

Puisi Karawang –Bekasi


KRAWANG-BEKASI 

Oleh Chairil Anwar


Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi 

tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. 
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, 
terbayang kami maju dan mendegap hati ? 


Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. 
Kenang, kenanglah kami. 


Kami sudah coba apa yang kami bisa 

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa 


Kami cuma tulang-tulang berserakan 

Tapi adalah kepunyaanmu 
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan 


Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan 

atau tidak untuk apa-apa, 
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata 
Kaulah sekarang yang berkata 


Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 


Kenang, kenanglah kami 

Teruskan, teruskan jiwa kami 
Menjaga Bung Karno 
menjaga Bung Hatta 
menjaga Bung Sjahrir 


Kami sekarang mayat 

Berikan kami arti 
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian 



Kenang, kenanglah kami 

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu 
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Baca juga puisi fenomenal karya anak bangsa yang lainnya